img.emoticon { padding: 0; margin: 0; border: 0; }]]
Sharing dengan blog yuuuk ... Berbagi itu indah ... Berbagi itu membawa berkah ...

Selasa, 11 Januari 2011

Filsafat Ilmu--> Pragmatisme


A.    Definisi Pragmatisme
Pragmatisme yaitu kualitas atau keadaan yang pragmatis, filosofis, metode (cara). Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.[1]

B.     Pengertian Pragmatisme
Pragmantisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Kata ini sering sekali diucapkan orang yang biasanya dipahami dengan pengertian praktis. Jika orang berkata “rancangan ini kurang pragmatis”, maka maksudnya adalah rancangan ini kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan sepenuhnya pengertian pragmatisme.[2]
   Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.[3] Oleh sebab itu, kebenaran sifatnya menjadi tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat kedua.

C.     Tentang Istilah Pragmatisme
Secara umum pragmatisme berarti hanya idea (pemikiran, pendapat, teori) yang dapat dipraktikkanlah yang benar dan berguna. Idea-idea yang hanya ada di dalam idea (seperti idea pada Plato, pengertian umum pada Socrates, definisi pada Aristoteles), juga kebimbangan terhadap realitas objek indera (pada Descartes), semua itu nonsense bagi pragmatism. Yang ada ialah apa yang real ada, demikian kata James tatkala ia membantah Zeno yang menggabungkan arti gerak.[4]

D.    Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme
1)      William James
James lahir di New York City pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sir. Ayahnya adalah seorang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Henry James, St merupakan kepala keluarga yang memang menekankan kemampuan intelektual. Ia mengembangkan kepada anak-anaknya secara luas sedapat-dapatnya dengan kebebasan dan individualisme, dan ia pun memberikan ide-idenya serta pengalamannya yang penting kepada anak-anak nya. Karenanya William James mempunyai kemungkinan berkembang secara luar biasa. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan Humanisme dalam kehidupan serta pengembangannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
   Pendidikan formalnya yang mula-mula tidak teratur. Ia mula-mula mendapatkan tutor berkebangsaan Inggris, Prancis, Swiss, Jerman, dan Amerika. Akhirnya ia memasuki Harvard Medical Schoolpada tahun 1864. Akan tetapi, ia kurang tertarik pada praktek pengobatan; ia lebih menyenangi fungsi alat-alat tubuh. Oleh karena itu, ia kemudian mengajarkan anatomi dan fisiologi di Harvard. Tahun 1875 perhatiannya lebih tertarik kepada psikologi dan fungsi pikiran manusia. Pada waktu inilah ia menggabungkan diri dengan Peirce, Chauncy Wright, Olive Wendel Holmes, Jr., dan lain-lain tokoh dalam Metaphysical Club untuk berdiskusi dalam masalah-masalah filsafat dengan toik-topik metoda ilmiah agama dan evolusi. Disinilah ia mula-mula mendapatkan penghargaan Peirce dalam metode pragmantisme.
   Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dari akal yang mengenalnya. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
   Menurut James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan, tentang kepercayaan agama dikatakan bagi orang-peroranga, kepercayaan adanya suatu realitas cosmis lebih tinggi itu merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepadanya suatu hiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan sebagainya. Segala macam keagamaan mempunyai nilai yang sama, jikalau akibatnya sama-sama memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan.
   Filsafat pada mulanya, sampai kapan pun merupakan usaha menjawab pertanyaan yang penting-penting. Orang telah berusaha menjawab pertanyaan itu dengan indera (empirisme dalam artian yang datar), dengan akal (rasionalisme , juga dalam artian yang datar), dan dengan rasa (intuisionisme, juga dalam artian yang datar). Ketiga isme ini mempunyai banyak variasi pandangan di dalamnya. James mencoba menjawab pertanyaan kepada isme kedua kemudian menggabungkannya dengan isme kedua. Penggabungan yang dilakukannya dinamakan pragmatisme, meminjam nama yang sudah digunakan orang sebelum dia. Akan tetapi, sayang, penggabungan itu gagal.
   James membawakan pragmatism. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktikkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang palig merusak dalam filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hokum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Hal ini tentunya berakibat subyektifisme, individualisme dan dua itu saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan dan mengancam manusia, bahkan manusianya itu sendiri.

2)      John Dewey
Sebagai pengikut filsafat pragmatism, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisika yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu,filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Menurutnya tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Aka dari itu berpiir tidak lain alat (instrument) untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metoda induktif. Metoda ini tidak hanya berlaku bagi ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral.[5]

E.     Filsafat Pragmatisme
a.)    Pragmatisme berpegang teguh pada praktik
Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup mereka sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus yang didalamnya terpenting ialah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis tersebut erat hubungannya dengan makna dan kebenaran; demikian eratnya sehingga oleh salah seorang penganut pragmatism dikatakan  bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya merupakan ketunggalan. Salah seorang diantara peletak dasar pragmatism, C.S. Peirce, mengatakannya secara demikian: “Untuk memastikan makna apakah yang dikandung oleh sebuah konsepsi akal, maka kita harus memperhatikan konsekuensi-konsekuensi praktis apakah yang niscaya akan timbul dari kebenaran konsepsi tersebut.[6]
b.)    Makna dan kebenaran berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi
Sesungguhnya makna menyangkut ide, dan kebenaran menyatakan hubungan antara ide-ide yang dipandang berhubungan, dan hubungannya dengan sesuatu yang ditunjuk ole ide-ide tersebut. karena makna yang dikandung ole hide-ide tersebut ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensi yang praktis, maka kebenaran suatu tanggapan mengenai hubungan antara ide haruslah dengan cara tertentu berhubungan dengan corak-corak konsekuensi yang khusus. Secara lurus ialah menghubungkan ide-ide sedemikian rupa sehingga  ide-ide tersebut memimpin kita untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam kegiatan menyelesaikan masalah. Karena itu kebenaran harus bersangkutan dengan penyelesaian masalah yang kita hadapi, dan menurut sementara penganut pragmatisme, kita dapat merasa bahwa suatu idea tau tanggapan benar, jika idea tau tanggapan tersebut menghasilkan sesuatu, artinya, jika membawa kita kea rah menyelesaikan masalah yang kita hadapi secara berhasil. Pragmatisme membuat kebenaran menjadi pengertian yang dinamis dan nisbi[7]; sambil berjalan kita membuat kebenaran, karena masalah-masalah yang kita hadapi bersifat nisbi bagi kita.
c.)    Daya tarik pragmatisme
Dengan sejumlah cara, pragmatisme merupakan sebuah ajaran yang menarik bagi sebagian orang. Misalnya paham tersebut menitikberatkan pada pengalaman dan bersifat naturalistic, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang nyata-nyata tugas yang bersifat kreatif kepada orang yang memperoleh pengetahuan. Pragmatisme bersangkutan dengan masalah-masalah mengenai organisme di dalam perjuangan untuk kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian masalah sebagai pendorong bagi tingkah laku, dan karenany sebagai kunci semua penafsiran kefilsafatan.[8]

F.      Teori Pragmatisme Mengenai Nilai
Pragmatisme merupakan pandang filsafat yang mendasarkan diri atas sebab-akibat, dan begitu pula halnya dengan teori pragmatisme mengenai nilai.
a.)    Nilai sebagai hasil pemberian nilai
Menurut Dewey, meskipun kebaikab kiranya  bersangkutan dengan akibat-akibat, namun kebaikan itu tidak sekedar bersangkutan dengan hasil-hasil jangka pendek dari suatu keinginan yang dangkal. Meskipun sebuah pensil bernilai dalam arti berguna untuk mengerjakan teka-teki, namun kiranya orang tidak akan mengatakan karena itulah pensil tersebut bernilai. Kepentingan yang tersangkut harus cukup besar dan bersifat tetap. Sesungguhnya bukan kepentingan itulah yang dapat menyebabkan suatu objek dapat bernilai. Suatu kualitas yang terdapat disekitar objek itulah yang menyebabkan orang menanggapinya sebagai sesuatu yang bernilai. Menurut Dewey, disinilah letak inti pokok permasalahannya. Nilai bukanlah sesuatu yang dicari atau ditemukan; ‘nilai’ bukanlah suatu kata benda dan juga bukan kata sifat. Masalah nilai sesungguhnya berpusat disekitar perbuatan member  nilai.
b.)    Hubungan sarana – tujuan
Dalam Theory of Valuation, Dewey mengatakan bahwa pemberian nilai menyangkut perasaan, keinginan dan sebagainya. Pemberian nilai tersebut juga menyangkut tindakan akal untuk menghubungkan sarana dengan tujuan. Seluruh keadaan harus diperiksa ulang dan harus diramalkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, sebelum orang dapat menetapkan nilai pada barang sesuatu atau perbuatan tertentu. Sejumlah lukisan dikatakan indah, sejumlah pernyataan dikatakan benar, dan sejumlah perbuatan dikatakan susila, hanya sejauh hal-hal tersebut merupakan sarana-sarana mencapai tujuan-tujuan tertentu. Prinsip yang demikian itu telah kita lihat penerapannya pada masalah kebenaran; suatu pernyataan dikatakan benar jika mengakibatkan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi secara berhasil.[9]
c.)    Sarana dan tujuan tidak terpisahkan
Dewey juga memperingatkan agar orang tidak hanya mempertimbangan tujuan sebagai pembenaran bagi setiap macam sarana yang digunakan, karena saran itu sendiri dapat menimbulkan akibat yang berbeda sama sekali dengan apa yang dikehendaki atau diramalkan. Sebagai contoh: untuk mencapai tujuan dunia yang aman tanpa adanya peperangan tentunya tidak diperkenankan dengan melakukan pembunuhan terhadap penguasa-penguasa yang suka perang
d.)   Nilai-nilai yang diciptakan oleh situasi kehidupan
Pemberian nilai seperti halnya semua proses akali, bermula hanya apabila orang menghadapi sesuatu masalah. Artinya, bermula pada suatu keadaan  yang didalamnya terdapat ketegangan  dan tiada ketertiban. Jika seseorang pada suatu waktu memberikan tanggapan atau melakukan penilaian, maka ia melakukannya dalam rangka memulihkan ketertiban serta menghilangkan ketegangan. Maka penilaian yang dilakukannya bersifat dinamis serta relative terhadap situasi yang konkret; penilaian tersebut dapat berubah sejalan dengan perubahannya kondisi. Menurut Dewey setiap situasi memciptakan nilai-nilai. Berhubungan dengan itu sesungguhnya tidak ada nilai-nilai yang abadi, yang ada hanyalah nilai-nilai yang berubah-ubah, yang tergantung pada keadaan. Selama hasil penilaian memajukan tujuan-tujuan bersama, maka selama itulah penilaian tersebut bersifat benar.
e.)    Ketidaksepakatan mengenai nilai-nilai
Dalam hal ketidaksepakatan mengenai nilai-nilai, Dewey mengatakan bahwa ketidaksepakata tersebut ada dua macam, yaitu ketidaksepakatan factual dan ketidaksepakatan semu. Jika orang bersepakat mengenai tujuan yang hendak dicapai, maka pastilah ketidaksepakatan tersebut menyangkut cara-cara yang dikehendaki untuk dilakukan guna pencapaian tujuan dengan menggunakan sarana-sarana tertentu. Sebalikya, jika terdapat ketidaksepakatan mengenai tujuan, maka sesungguhnya dalam hal ini tidak mungkin terdapat pertentangan pendapat. Karena sudah jelas bahwa apa yang dapat mendorong tercapainya suatu tujuan tertentu mungkin tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang dapat mendorong tercapainya suatu tujuan yang lain.[10]

G.    Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
a.)    Kekuatan Pragmatisme:
·         Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.
·         Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercayaan yang diterima apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompok dari pragmatism ini merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif yang ada dalam masyarakat modern.

b.)    Kelemahan Pragmatisme
·         Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptakan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
·         Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.











[1] Drs. M. Ridwan,Dkk. Kamus Ilmiah Populer
[2] Drs. H. Ahmad Syadali, M.A. dan Drs. Mudzakir. Filsafat Umum untuk IAIN, STAIN, PTAIS (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hlm. 123
[3] Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James, Pengantar Filsafat untuk Mahasiswa IAIN dan Perguruan Tinggi lainnya. (Bandung: Remaja Rosdakarya Offser, 1990), hlm. 166-171
[4] Ibid, hlm. 126
[5] Ibid., hlm. 124-126
[6] Charles S. Peirce. “How to Make Our Ideas Clear”, dalam Max Fisch (ed.), Classic American Philosophers, (New York: Appleton – Century – Crofts., 1951) hlm. 78
[7] Nisbi: hanya berkenanaan atau kalau dibandingkan dengan sesuatu; tidak mutlak, relatif
[8] Op.cit., pengantar filsafat. Hlm. 129-134
[9] John Dewey, “Theory of Valuation”, dalam International Encyclopaedia of Unified Science, Vol. V, No. 4 (Chicago: University of Chicago Press, 1938), hlm. 23
[10] Louis Kattsoff. Sebuah Buku Pegangan Untuk Mengenal Filsafat-Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996),hlm. 339-343

Tidak ada komentar:

Posting Komentar